Pesta demokrasi lima tahunan yakni pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD dan DPD pada 9 April 2014 tinggal satu hari lagi. Ber...
Pesta
demokrasi lima tahunan yakni pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD dan
DPD pada 9 April 2014 tinggal satu hari lagi. Berbagai pihak, baik dari
pemerintah maupun pihak partai semua berharap agar tidak ada yang namanya
Goplut.
Para
mahasiswa yang dikenal sebagai makhluk berpendidikan dan intelek, dari berbagai
perguruan tinggi negeri maupun swasta banyak yang memilih untuk Golput. Mereka
rela melepas haknya karena berbagai alasan. Golput memang tidak mencerminkan
sikap demokrasi berbangsa dan bernegara dengan baik dan mereka telah
memahaminya. Lantas apa yang menjadi alasan mahasiswa untuk golput?
Pertama,
karena kendala TPS. Kebanyakan mahasiswa adalah mahasiswa perantauan. Mereka
harus memilih di TPS daerah asal padahal untuk menjangkaunya butuh biaya yang
tidak sedikit. Mereka enggang pulang kampung hanya sekedar untuk memilih karena
kocek yang harus dikeluarkan terlalu besar.
Kedua, mengenai waktu. Waktu pemilihan umum sangat singkat yaitu satu hari saat pelaksanaan Pemilu. Para mahasiswa juga enggan untuk pulang akibat padatnya aktivitas kampus dan tumpukan tugas yang harus segera mereka selesaikan.
Ketiga, mahasiswa bisa dikatakan kurang paham dengan para calon, mereka tidak tahu pribadi masing-masing calon. Ini membuat kecenderungan pemikiran yang acuh dengan Pemilu.
Keempat, mahasiswa kerap kali dikecewakan oleh para pemimpin yang mereka pilih. Janji-janji yang digembar-gemborkan tak kunjung direalisasikan, namum malah banyak kasus yang terjadi disana-sini.
Bayangkan berapa juta warga Indonesia yang berstatus sebagai mahasiswa. Jika mahasiswa banyak yang memilih untuk Golput maka negara akan rugi berjuta suara. Anggaran Pemilu yang mencapai triliunan akan sia-sia karena Pemilu tak dapat berjalan optimal. Padahal pemikiran realistis dan demokratis mahasiswa sangat dinantikan di ajang pemilihan umum. Jika hasil pungutan suara Pemilu tak berasal dari seluruh warga negara maka bisa terjadi kemungkinan salah pilih pemimpin.
Lantas bagaimana agar Golput dilkalangan mahasiswa dapat diminimalisir? Tentu masih banyak cara untuk menanganinya. Perlu kiranya menyediakan fasilitas untuk para mahasiswa agar dapat memilih di TPS sekitar kampus yang mudah dijangkau, tidak memerlukan banyak biaya dan tidak menguras banyak waktu. Sosialisasi tentang Pemilu lebih digalakkan agar mahasiswa dapat paham dan lebih mengenal calon-calon pemimpin. Komitmen para calon pemimpin harus dipertegas, tak perlu banyak janji tapi realisasi itu lebih penting. Mungkin dengan beberapa solusi ini dapat menekan persentase Golput dikalangan mahasiswa.